EkonomiInternasionalPolitik

AS-China: Perang Dagang yang Semakin Memanas

Advertisements

– Hubungan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China kembali memanas. China resmi memberlakukan tarif balasan terhadap sejumlah impor dari AS, sebagai respons terhadap tarif baru yang diberlakukan oleh pemerintahan Presiden Donald Trump.

Langkah ini terjadi hanya beberapa jam setelah tarif tambahan sebesar 10% yang dikenakan AS terhadap seluruh impor dari China mulai berlaku sejak Selasa (4/2/2024).

Trump sebelumnya telah memperingatkan bahwa China tidak cukup serius dalam menghentikan aliran obat-obatan terlarang ke AS, terutama fentanyl. Sebagai tanggapan, Kementerian Keuangan China mengumumkan tarif sebesar 15% untuk batu bara dan gas alam cair (LNG) asal AS, serta tarif 10% terhadap minyak mentah, peralatan pertanian, dan beberapa jenis kendaraan.

Selain itu, China juga mulai melakukan investigasi anti-monopoli terhadap Google dan memasukkan beberapa perusahaan AS ke dalam daftar entitas yang tidak dapat dipercaya. China juga memperketat kontrol ekspor atas sejumlah logam tanah jarang dan mineral penting lainnya.

Menurut Oxford Economics, “perang dagang ini masih berada di tahap awal, dan kemungkinan peningkatan tarif lebih lanjut masih sangat tinggi.” dilansir Reuters

Hal ini telah membuat mereka menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi China. Perang dagang ini berpotensi memberikan dampak yang signifikan terhadap ekonomi global, termasuk ketidakpastian ekonomi, gangguan rantai pasokan, dan kemungkinan resesi.

ANCAMAN PRESIDEN AS

Presiden AS Donald Trump mengancam akan menaikkan tarif lebih lanjut jika China tidak menghentikan ekspor fentanyl ke AS. Trump menyatakan bahwa China harus berhenti mengirim fentanyl ke AS, jika tidak, tarif akan naik secara signifikan.

Sementara itu, China bersikeras bahwa masalah fentanyl adalah masalah domestik AS dan berencana menggugat kebijakan tarif AS ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

China juga menyatakan masih membuka pintu untuk negosiasi. Trump dijadwalkan berbicara langsung dengan Presiden China, Xi Jinping, akhir pekan ini dalam upaya mencari solusi.

Namun, harapan akan tercapainya kesepakatan cepat masih diragukan. Ekonom senior di Natixis, Hong Kong, Gary Ng, menyatakan bahwa mencapai kesepakatan antara AS dan China sangat sulit, baik secara ekonomi maupun politik.

TERKAIT LAINNYA